Sejarah PINISI Dari ARA
Perjalanan sejarah orang Ara dalam melahirkan karya pinisi,tentu rasanya tidak adil kalau langsung pinisi yang dibicarakan mengingat tonggak-tonggak sejarah Ara telah tercatat dengan tinta emas pada buku-buku sejarah.Hal ini memungkinkan karena pinisi hanyalah bahagian kecil dari karya cipta manusia Ara yang masih ada di depan mata kita.Karya budaya Ara paling awal berdasarkan temuan arkeologi berupa artefak,memberikan data bahwa orang Ara telah melahirkan karya budaya 15.000 tahun lalu dengan ditemukannya serpihan Maros point di Gua Jobbolang oleh Prof.David Bulbeck dari Australian National University(kebetulan penulis yang mengajak ke Ara bersama Balai Arkeologi Nasional dan mendampinginya atas izin Kepala Desa Ara).Sebelumnya juga telah ditemukan oleh peneliti Belanda pada jaman penjajahan dulu berupa perhiasan manik-manik kaca yang agak mirip dengan manik-manik kornelian Bantaeng di gua Passe yang ditaksir telah digunakan oleh leluhur orang Ara tahun 300-100 SM yang mengindikasikan bahwa orang Ara telah ada kontak dengan India Selatan dan Cina pada masa itu.Masih banyak karya budaya lain yang sesungguhnya dapat menjadi modal pengembangan pariwisata kalau pemerintah mau serius menggali sekaligus menjadikan karya budaya yang agung dalam menghiasi Bulukumba dan memperlihatkan keunggulannya dibanding daerah lain sebelum terlambat.Ambil contoh kekayaan gua-gua Ara yang belum tersentuh saja sudah banyak pengunjungnya,mata air dalam gua,keasrian hutan,kekayaan anggrek macan di Macaq,fosil-fosil kerang di tengah hutan.Tak kalah pentingnya juga adalah budaya penulisan lontara yang punya hubungan dengan Aceh seperti penulisan khutbah Ara yang diakhir do’anya justeru memintakan doa pula untuk raja-raja Aceh.Naskah-naskah ini sebagian sudah dimicrofilmkan oleh Balai Arsip Nasional,walau tak dapat dipungkiri bahwa masih banyak yang belum tersentuh oleh Balai Arsip.
Perahu yanag dilihat oleh generasi kini,sesungguhnya adalah generasi perahu yang kesekian dalam rentang panjang waktu perjalannya.Dalam Lontara Lagaligo yang ceritanya diyakini sebagai cikal bakal munculnya perahu di Ara sesungguhnya sudah banyak yang punah.Pinisi yang kita banggakan justeru tidak pernah sekalipun tertulis dalam lontara I Lagaligo.Dengan demikian maka pastilah pinisi itu adalah karya Ara belakangan paling tidak bukan yang paling belakang.Dalam Lontara Galigo yang ditulis abad ketujuh atau sekitar tahun 800,perahu sering disebut wakkang,joncongeng,pelapangkuru,binanong,banawa,pangatiq yang semuanya terindikasi bercadik dll.Berdasar penuturan orang-orang tua Ara,sering menyebutkan bahwa sejarah perahu Ara berawal dari keikhlasan orang Ara dalam membantu rombongan Sawerigading yang terkena bencana di Tanjung Bira dan mengakibatkan perahunya hancur dan terdampar di pantai Ara.Atas kemurahan hati orang Ara,maka dikumpulkanlah bagian-bagian perahunya dan menyusun kembali sekaligus mempelajari tehnik pembuatannya,sehinga diberikanlah warisan tidak langsung oleh Sawerigading kepada orang Ara itu akan sebuah keahlian baru yakni membuat perahu.Perkembangan setelah melepas Sawerigading mencari jodohnya di Tanah Cina adalah dengan kemampuan orang Ara membuat perahu mulai perahu tanpa lunas seperti lepa-lepa,soppeq,jarangkaq yang nampaknya masih bercadik dengan layar jarangkaq seperti yang terlihat di dinding candi Borobudur yang dibangun tahun 800an sampai perahu berlunas seperti padewakang,pajala,patorani,lopi niandara,baqgoq,lambok,salompong,palari,pinisi dan terakhir PLM bahkan bentuk-bentuk kapal baru lengkap dengan mesin dan peralatan canggih telah dilakoni oleh panrita lopi Ara dengan daya tahan yang mengagumkan.
Memasuki abad XVII model perahu telah lebih rumit dengan difungsikannnya sebagai alat perang selain alat perdagangan yang menuntut fungsi perahu ke taraf yang lebih tinggi seperti muatan pasukan yang lebih banyak,kecepatan yang lebih laju dan kelincahan menelusuri sudut-sudut kekuasaan para raja.Zaman itu,semua dilakoni oleh panrita lopi Ara dengan penuh tanggungjawab,sehingga jejak-jejak kehadiran Gowa di Ara sangat terasa bahkan terdapat kuburan khusus bagi mereka disebut Pakkuburang Tu Gowayya.Dampak lain perperahuan ini adalah termasuk mempengaruhi perkembangan seni musik dan tarinya.Pemerintahannya juga didominasi oleh bangsawan-bangsawan Gowa seperti Karaeng Mamampang,Saloko Daeng Makatti alias Bakkateraq,Karaeng Bontobiraeng,Karaeng Tutinroa ri Mallansoro dll.Demikian pula dengan peralihan kekuasaan ke Bone pasca perjanjian Bungaya 1669,Arapun kena imbasnya yang akhirnya peran mereka lebih ditingkatkan.Penguasapun berganti ke tangan leluhur Bone seperti Puang Rangki,Puang Lompo.dll.Para raja Bone,rasanya tak puas bila tak menggunakan perahu buatan Ara dan Lemo-Lemo selain dari Mandar tentunya sebagai tumpangan dinasnya menjalankan roda pemerintahannya.Dalam catatan harian Raja-raja Bone,tertulis dengan jelas bahwa mereka sering memesan perahu dari Bulukumba seperti catatan La Temmassonge Towappaweling Matinroe ri Mallimongeng Raja Bone ke XXII selalu memesan perahu dari Bulukumba.Catatannya tercatat dalam buku hariannya bahwa pada tanggal 9 Juni 1753 atau 7 Syaban1166 Hijeriah berangkat ke Pattingaloang melihat perahu pesanannya dari Bulukumba seharga 40 real.Kalau mau dilihat bentuknya seharga itu,maka harga perahunya dapat dibandingkan dengan catatan beliau tanggal 25 Maret 1755 atau 11 Jumadil Akhir 1168 dimana beliau memerintahkan membeli satu ajowa(2 ekor)kerbau seharga 16 real.Jadi harga perahu pesanannya itu kurang lebih seharga 5 ekor kerbau.Bentuk dan ukuran perahunya kira-kira bagaimana ukurannya berdasar pada harganya,tapi fakta lain mengatakan bahwa perahu raja-raja Bone dipakai berlayar melewati sungai Walanae masuk ke Danau Tempe kalau hendak ke Pare-Pare atau ke utara Sulawesi selalu melewati sungai.Keterangan ini menyiratkan data bahwa perahu pesanan mereka agak kecil saja karena bukan perahu perang..Dalam legenda Ara dikatakan bahwa pesanan perahu besar Raja Bone terakhir adalah perahu perang Ellung Mangenre yang dikerjakan oleh Demmangali dkk.Jadi sesungguhnya kapan pinisi itu dibuat.Jawabannya,pinisi adalah puncak budaya Ara masa lalu yang menggabungkan antara kekokohan lambung dengan keindahan layarnya yang diadopsi sedemikian rupa dari bentuk-bentuk yang unggul waktu itu.Perlu diketahui sebagai renungan bersama adalah bahwa bentuk perahu yang mirip pinisi pertama kali dalam sejarah lahir sekitar tahun 1840an.Sebelum munculnya perahu mirip pinisi itu,yang ada adalah perahu dengan layar tanjaq seperti pada perahu padewakang yang dipakai berlayar hingga ke Australia mencari teripang.Karena kebutuhan yang mendesak,terjadilah persaingan dengan jenis perahu lain,maka pembuat perahu khususnya orang Ara dan Lemo-lemo dan Mandar,beralih menggunakan layar tanjaq dengan memodifikasi layar fore and aft asal Eropa awal 1800an.Bentuk paling mirip adalah dengan lahirnya perahu model baru di Trengganu Malaysia yang dibuat oleh Martin Perrot,seorang sawi kapal Eropa yang melarikan diri dari kapalnya dan menikahi gadis Trengganu.Raja Trengganu saat itu yakni Sultan Omar memesan perahu dari Martin berupa perahu paling canggih pada jamannya yang disebut sekunar.Bentuk inilah yang akhirnya ditiru oleh tukang perahu termasuk tukang dari Ara lewat persentuhannya di pelabuhan Singapura.Perahu model itu disebut Pinas atau penis dari bahasa Jerman dan Perancis yang diadopsi dari bahasa Belanda yakni kata die Pinasse yang maknanya perahu perang ukuran sedang karena yang besar disebut dengan galey atau orang Makassar menyebutnya galleq dari kata die Galeone.Apakah kata pinas ini yang berubah menjadi kata pinisi,tentunya dibutuhkan kajian lebih mendalam.Bagi penulis,pinisi muncul,juga karena kebutuhan perahu yang lebih awet dengan menambahkan tehnologi panisi atau lopi nipanisi yakni dengan menambahkan bahan pengawet pada papan luar lambung perahunya.
Dari data di atas muncul pertanyaan,apakah model pinasse sama dengan pinisi kebanggaan kita.Jawabnya adalah tidak,karena justeru pinisi lebih unggul dalam segala hal karena pada peralihan bentuk layar dari sombalaq tanjaq dan nade ke bentuk sekunar dengan layar model schoner ketch,lambung yang dipakai adalah model palari yang lincah,sementara pinasse sekunar tetap menggunakan kapal model Eropa dengan lambung Eropa yang mempuinyai keterbatasan.Bentuk pinasse adalah tetap berlayar tujuh dan kadang-kadang berjumlah delapan tetapi tiang agung pertama atau tiang haluan lebih tinggi dibanding tiang buritan dan disebut schoner ketch.Bentuk layarnya juga beda karena model pinasse itu menggunakan model layar fore and aft dengan andang-andang yang diatur naik turun sama dengan layar tanjaq,sedangkan pinisi model Ara menggunakan layar dengan andang-andang tetap yang ditempatkan di tengah dan ditarik seperti memasang gorden.Ciri utama pinisi Ara adalah layar 7 yakni pada cocoro terdapat 3 pasang yang disebut cocoro pantarang,cocoro tangnga dan tarengke,sombala bakka dua buah dan dua buah layar dipuncak yang disebut layar tampassere(bandingkan dengan nama layar pada perahu sekunar yang disebut topser).Kejayaan pinisi dengan layar cantiknya nampaknya berakhir pada tahun 70an sampai awal 80an.yang punah lebih belakangan dibandingkan pendahulunya model sekunar yang justeru punah karena kehebatan pinisi model Ara yang menggabungkan lambung palari dengan layar sekunar yang dimodifikasi sesuai kebutuhan yang justeru lebih baik.Sebagai tambahan pengetahuan adalah bahwa selain pinisi,sesungguhnya ada model lain yang hebat juga yang disebut lopi lambo dengan jenis layar nade yang juga meniru bentuk layar perahu cutter dan sloop dari Eropa dan Amerika.Bentuk nade inilah yang mengilhami orang Ara dan para sambaluq menciptakan model PLM dengan membuat layar lebih rendah karena kekuatan angin sudah tidak diperhitungkan lagi dalam pelayarannya,bahkan kadang-kadang bertiang agung tunggal saja demi efisiensi ruang atau mungkin untuk pengelabuan pajak.
Penulis. Drs. Muhannis
Komentar
Posting Komentar